TEMPO.CO,
Jakarta
- Pesawat AirAsia QZ8501 hilang dari pantauan radar otoritas
penerbangan Indonesia, Ahad pagi, 28 Desember 2014. Pesawat jurusan
Surabaya-Singapura berpenumpang 155 orang dan 7 awak ini, terakhir kali
terekam berada di atas perairan Belitung pada pukul 06.16.
Sejumlah
pakar penerbangan memberi pandangan soal penyebab pesawat jenis Airbus
A320 yang menghilang dari radar layar. berikut teori mengenai
kemungkinan dalam hilangnya QZ8501, seperti yang dilansir
SkyNews, Ahad, 28 Desember 2014.
1. Kegagalan Teknis
A320 memiliki catatan keamanan yang sangat baik, dengan mengalami 26
insiden sejak pertama kali dioperasikan pada 1988. Menurut pilot dan
pakar penerbangan Gideon Ewers, semua insiden disebabkan oleh
faktor-faktor lain ketimbang masalah dengan pesawat.
Kasus gangguan terhadap A320 yang paling terkenal adalah serangan
burung di pesawat US Airlines milik maskapai penerbangan Amerika Serikat
yang dipaksa mendarat di Sungai Hudson, New York, 2009. Sekitar 155
penumpang selamat saat pesawat tersebut perlahan-lahan tenggelam di
Sungai Hudson.
Adapun Pelaksana Tugas Direktur Jenderal
Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo mengatakan bahan bakar QZ8501 hanya
cukup menempuh perjalanan selama empat jam. "Paling lama empat setengah
jam," kata Djoko Murjatmodjo, Ahad, 28 Desember 2014.
Dengan
kondisi demikian, pesawat diperkirakan akan kehabisan bahan bakar pada
Ahad, 28 Desember 2014, pukul 10.00, jika terus terbang setelah pesawat
dinyatakan hilang dari radar. Pesawat AirAsia rute Surabaya-Singapura
diperkirakan mendarat 07.57. "Jika
lost contact masih terbang, artinya saat ini sudah habis," kata Djoko.
2. Dihantam Badai
Kapten pilot Irianto
terekam radar meminta izin kepada menara kontrol untuk menaikkan
ketinggian, sebelum pesawat hilang dari radar untuk menghidari cuaca
buruk. Menurut pakar penerbangan kapten Mike Vivian, badai bisa
bergulung di ketinggian ribuan kaki dan awan petir bisa menyebabkan
kerusakan serius pada pesawat.
Namun,
kata Vivian, kondisi cuaca yang berubah-ubah dan aneh di sebuah kawasan
tertentu biasanya sudah diantisipasi para pilot berpengalaman. Vivian
mengatakan sebuah keanehan pada peristiwa cuaca yang berubah tiba-tiba
dapat menyebabkan pesawat hilang dari kontak.
Pelaksana Tugas
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Djoko Murjatmodjo mengaku AirAsia
QZ8501 terakhir melapor ke menara kontrol untuk bergeser ke kiri dan
menaikkan ketinggian dari 32 ke 38 ribu kaki. Saat itu pilot Irianto
mengaku ingin menghindari awan
cumolonimbus.
"Untuk
yang bergeser ke kiri sudah disetujui, tapi yang minta ke atas tak
disetujui karena masih ada pesawat di atas, masih padat," kata Djoko.
Data cuaca di wilayah udara, kata Djoko, memang tak bagus. "Banyak awan
cumolonimbus," kata Djoko. Namun saat berangkat data cuaca di Surabaya cerah.
Dari
pantauan flightradar24, saat itu di sekitar pesawat AirAsia QZ8501 yang
hilang kontak, setidaknya terdapat dua pesawat terdekat. Satu pesawat
AirAsia QZ502 Jurusan Denpasar-Singapura yang berangkat dari Denpasar
pukul 06.18. Pesawat lainnya adalah AirBus A320-233 maskapai Silk Air.
3. Terhambat Gumpalan Es
Pesawat itu bisa
saja terbang ke dalam gumpalan es yang kemungkinan menyebabkan pesawat
itu "terlontar dari langit", menurut Ray Karam Singh, pilot yang akrab
dengan rute di atas Laut Jawa.
Dia
mengatakan pilot AirAsia QZ8501 bisa saja mencoba terbang keluar dari
kondisi tersebut dengan naik lebih tinggi, namun bisa saja malah
bermasalah lebih lanjut dengan situasi itu. Singh menambahkan, es adalah
penyebab paling mungkin daripada serangan badai.
4. Kesalahan Pilot
Irianto, pilot Indonesia yang memimpin penerbangan yang hilang,
memiliki pengalaman 20 ribu jam terbang. Menurut bos AirAsia Tony
Fernandes, Tujuh ribu jam penerbangan itu dilalui bersama AirAsia. Dia
terbiasa menerbangi pesawat untuk rute jarak pendek dan sangat
berpengalaman, menurut pakar penerbangan kepada
SkyNews.
5. Aksi Disengaja
Pilot pesawat AirAsia ini menjaga komunikasi dengan menara kontrol sampai menit terakhir. Menurut David Learmount, editor laman
Flight Global,
mantra para pilot adalah terbang, memandu, dan berkomunikasi. Ada hal
yang mengganggu sehingga mereka tidak dapat berbicara dengan menara
kontrol.
Learmount mengatakan ada sesuatu hal yang mengalihkan perhatian
pilot, sehingga mereka tidak dapat terus berbicara dalam jangka waktu
yang lama dengan menara kontrol. "Kita tidak tahu apa yang terjadi pada
saat itu, dan jika pesawat tidak muncul, berarti ada sebuah tindakan
yang disengaja."
Kepada
SkyNews,
kejadian tersebut biasa terjadi dalam peristiwa yang menjadi target
teroris. Situasi di dalam kabin menunjukkan kelompok tertentu ingin
bertanggung jawab dan sangat ingin mengklaim sebuah "kemenangan".
Seorang
pilot asal Indonesia yang tidak bersedia mengaku adanya isu pembajakan
di kalangan penerbang. Dugaan tersebut muncul karena tidak ditemukannya
tanda-tanda kecelakaan, termasuk radar yang tidak menangkap sinyal
Emergency Locator Transmitter. ELT adalah alat yang mengirimkan sinyal apabila pesawat mengalami kecelakaan.
"Alat
itu berbunyi mengalami benturan keras atau pendaratan darurat. Kalau
alat itu tidak berbunyi, kami belum dapat menyimpulkan apa-apa," kata
Kepala Badan SAR Nasional Jawa Timur Sutrisno, Ahad, 28 Desember 2014.
Namun Sutrisno enggan berspekulasi ihwal dugaan adanya isu pembajakan
itu.
SOURCE : TEMPO.CO